Tradisi pertunangan dalam budaya Tionghoa menghadirkan lebih dari sekadar prosesi seremonial. Masyarakat Tionghoa menjaga tradisi ini sebagai bentuk penghormatan terhadap cinta, keluarga, dan nilai-nilai hidup yang bertahan lintas generasi.

Prosesi pertunangan biasanya dimulai dengan Guo Da Li. Dalam momen ini, keluarga calon pengantin pria membawa berbagai persembahan ke rumah keluarga calon pengantin wanita. Mereka membawa kue tradisional, angpau merah, teh, perhiasan, dan minuman keras. Setiap barang yang mereka pilih memuat makna khusus. Kue bulat, misalnya, melambangkan keutuhan dan keharmonisan, sementara angpau merah membawa doa untuk kelimpahan dan keberuntungan.

Setelah menerima persembahan, keluarga calon pengantin wanita mengadakan prosesi Hui Li. Mereka mengembalikan sebagian hadiah kepada pihak pria sebagai tanda penerimaan dan rasa hormat. Dengan tindakan ini, mereka memperlihatkan semangat keseimbangan dan kesetaraan yang menjadi landasan hubungan antar keluarga.

Calon pengantin perempuan juga menjalankan prosesi pemberian teh. Ia menyuguhkan teh kepada orang tua calon suami sebagai bentuk demo pragmatic play  penghormatan dan ungkapan kesediaan untuk menjadi bagian dari keluarga baru. Lewat satu cangkir teh, ia menyampaikan rasa bakti dan komitmennya kepada keluarga besar yang akan ia masuki.

Masyarakat Tionghoa terus menjaga seluruh prosesi ini, karena mereka percaya bahwa pertunangan harus melibatkan keluarga, tradisi, dan nilai luhur. Mereka menanamkan filosofi bahwa cinta sejati tumbuh kuat ketika mendapat restu keluarga dan berakar dalam budaya.

Hingga saat ini, masyarakat Tionghoa membuktikan bahwa tradisi pertunangan bukan sekadar ritual kuno, melainkan simbol abadi tentang cinta, kesetiaan, dan kebijaksanaan yang tak lekang oleh waktu.

By admin